Terkini.id, Bogor – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merencanakan untuk merekrut 56 pegawai Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri.
“Untuk memenuhi kebutuhan organisasi Polri terkait pengembangan tugas-tugas di Bareskrim Polri, khususnya Dittipikor. Ada tugas tambahan terkait upaya-upaya pencegahan dan upaya lain yang harus kita lakukan dalam rangka mengawal program penanggulangan Covid dan juga pemulihan ekonomi nasional serta kebijakan strategis yang lain,” katanya kemarin, Selasa 29 September 2021.
Lebih lanjut Listyo Sigit mengatakan, rencana tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi melalui surat. Bahkan, disebut sudah mendapat restu dari presiden. Ia mengaku sudah mendapatkan jawaban lewat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada Senin, 27 September 2021. Kapolri diminta untuk berkoordinasi dengan Menpan RB dan BKN.
“Oleh karena itu, proses sedang berlangsung dan mekanismenya seperti apa saat ini sedang didiskusikan. Untuk bisa merekrut 56 orang tersebut menjadi ASN Polri,” tuturnya.
Menanggapi itu, pengamat politik Rocky Gerung buka suara.
- Ketua FPSH HAM Berterima Kasih atas Dedikasi Ridwan Kamil 5 Tahun Pimpin Jabar
- Deretan Tipe Tablet iPad Terbaik yang Paling Recommended
- 7 Dining Chair Terlaris Di Blibli
- Cara Mahasiswa KKNT Inovasi IPB Selamatkan Generasi Muda dari Masalah Gizi Balita di Desa Dasun Rembang
- Mengenal Agung Motiva, Seorang Trainer-Motivator dan MC Profesional Asal Bogor
“Ini presiden yang gak ngerti, yang disebut sebagai standar membuat keputusan, kan statusnya sama itu, ASN, calon ASN, ditolak KPK karena gak lolos wawasan kebangsaan. Mestinya di tempat yang lain juga berlaku yang sama,” katanya di YouTube Rocky Gerung Official, Rabu 29 September 2021.
Menurut Rocky Gerung, jika nanti ada ujian kembali saat menjadi ASN Polri pasti akan lolos.
“Berarti kalau begitu pake prinsip kesetaraan argumentatasi, dia juga berhak diterima di KPK. Jadi, bahayanya begitu, karena kekausaan gak punya standar, jadi seolah tukar tambah politik,” ujarnya. (*)